Bukan sekedar tulisan sepasang kekasih diatas pasir yang kemudian terhapus oleh Ombak. Saya ingin lebih dari itu, Saya ingin bercerita, Saya ingin berbagi, dan Saya ingin dikenang seperti setiap butir pasir yang masih melekat ditubuh kita dan kemudian tertiup angin bukan untuk hilang, Tetapi untuk bercerita dan berbagi kembali. Selamat Menikmati
Selasa, 20 November 2012
Tentang Tamasya, Mas Bro dan CLBK
Jumat, 09 November 2012
Foto Pun Berbahasa
Monggo diunduh di http://www.4shared.com/rar/9uEBDWtD/FOTO_PUN_BERBAHASA.html
Mempererat Tali Silaturrahmi
Kemaren adalah Grand Opening Warung Kopi Cak Wang Jl. Mastrip. Jadi saya berkunjung kesana untuk meramaikan dan juga demi secangkir kopi gratis, hehehehe,…. Warung Kopi Cak Wang Jl. Mastrip ini adalah cabang dari Warung Kopi Cak Wang Kantin FISIP UNEJ. Tapi Warung Kopi ini bukan sekedar Warung Kopi biasa lho. Saya pun terkesan ketika pertama kali mengenalnya. Saya mengenal Warung Kopi Cak Wang pertama kali dari sebuah akun twitter @Kopi_Cak_Wang . Ketika itu @Kopi_Cak_Wang sedang nge-share tentang kegiatan berbagi buku di Rumah Baca Padasan (seperti yang pernah saya tuliskan di http://catatanpasir.blogspot.com/2012/11/teman-selama-lamanya.html ) . Wah keren juga nih Cafe ngadain kegiatan sosial penggalangan buku. Langsung saja ketika itu saya ajak ketemuan, sekalipun hujan deras saya tetap berangkat ke @Kopi_Cak_Wang dan parkir ditempat yang salah, hahahaha,…. Saya pun berjalan melewati Kantin dan bertanya kepada seorang mahasiswa tentang keberadaan @Kopi_Cak_Wang kemudian si Mahasiswa itu pun menunjuk ke salah satu tempat yang ditutupi “kerreh” dan diterangi dengan lampu dop.
Ketika kemudian saya menuju kesana,…. WOW!!!,…. ramenya minta ampun sampek2 saya kebingungan untuk duduk. Dan ternyata ada seorang yang saya kenal yaitu Hanan Kukuh (yang kemudian saya sebut dengan PapaNan). akhirnya saya numpang duduk diantara mereka yang sedang maen “gaplek”. dan dibeberapa meja yang lain saling bergerombol ada yang maen catur, ada yang maen kartu remi ada pula yang mengutakatik laptopnya. Ini memang bukan Cafe tapi Warung Kopi dan Warung Kopi ini bukan sekedar Warung Kopi biasa.
Beberapa menit kemudian datanglah si pemilik Warung Kopi Cak Wang, dari awal yang saya pikir bahwa beliau ini bernama Wang atau panggilannya Cak Wang, eh ternyata namanya Rahmad atau Mas Rahmad Hidayatullah. Iya, Mas Rahmad Hidayatullah jadi “Mas” itu menyatu dengan Rahmad Hidayatullah, hehehehe,…. Karena tempat duduk penuh jadi kami pindah ke Kantin. mulailah kami mengobrol ini dan itu, ngalor ngidul yang intinya kita saling support dengan kegiatan berbagi ini.
Beberapa hari kemudian saya pun kembali ke Warung Kopi Cak Wang pada siang hari untuk mengantarkan beberapa buah buku yang akan disumbangkan di Rumah Baca Padasan. Kondisi Warung tidak terlalu ramai tapi juga tidak sepi. Terlihat dengan jelas Sebuah gambar diatas pintu dapur, Gambar avatar seorang dengan pakaian khas madura memakai kaos putih dengan tulisan Cak Wang dan dibawahnya tertulis tagline “Mempererat Tali Silaturrahmi”. Itulah Si Cak Wang, tokoh imajiner yang sengaja dibuat oleh Mas Rahmad dengan sebutan Cak Wang. Sosok seorang madura dengan nama yang njawani. Ya, mengingat Jember adalah daerah pandalungan percampuran kebudayaan Jawa dan Madura. Ketika ditanya, “Kenapa Cak Wang?” jawabannya hanya “agar mudah diingat”. Dan tagline “Mempererat Tali Silaturrahmi” itu benar adanya.
Kemudian saya pun melamunkan akan keberadaan “Break Cafe”. Ya, saya dulu pun pemilik sebuah Cafe atau lebih tepatnya Warung Kopi. Jangan tanya dimana tempatnya, karena sekarang tinggal kenangan. Sesuatu yang pahit dan harus saya kenang agar menjadi pelajaran hidup. Saya mendirikan sebuah Warung Kopi didalam Kampus dan sama dalamnya dengan lokasi Warung Kopi Cak Wang. Lalu kenapa Warung Kopi Cak Wang bisa bertahan hingga buka cabang sedangkan saya sudah hancur dalam waktu tidak sampai satu tahun. Yang pertama adalah karena saya membuka Warung Kopi itu dengan emosi dan tergesa-gesa mengingat kondisi ekonomi yang memang tidak stabil, itu kesalahan pertama. Kesalahan kedua adalah saya tidak punya teman-teman yang biasa nongkrong karena ketika itu mayoritas teman-teman saya adalah pekerja kantoran dengan usia rata-rata yang sudah hampir setengah abad padahal segmentasi pasar saya adalah para mahasiswa. Dan dua kesalahan itu sudah cukup untuk menghancurkan usaha saya.
Inilah Wajah “Break Cafe” itu
Warung Kopi Cak Wang bisa bertahan diantara Cafe-Cafe lain yang ada di Jember ini tidak lain adalah karena kekuatan pertemanan yang ada. Hingga saya sendiri pun kepincut dengan kuatnya pertemanan yang ada. Di Warung Kopi Cak Wang inilah akhirnya saya mendapatkan jaringan pertemanan yang saling terhubung antara yang satu dengan yang lain. Pertemanan adalah faktor terpenting didalam mendapatkan rejeki, apapun jenis usahanya. Maka seperti yang saya sampaikan bahwa tagline “Mempererat Tali Silaturrahmi” yang diusungnya menjadi benar adanya. Dan jangan dikira mereka yang rutin berkunjung adalah para mahasiswa, Salah besar kalau beranggapan seperti itu. Mereka yang berkunjung itu kebanyakan malah orang-orang yang sudah tidak kuliah. Di sebuah warung kopi yang kecil namun membahagiakan itu dibicarakan banyak hal oleh banyak orang, mulai dari urusan cewek, gadget, politik, bisnis, kegiatan sosial, religi bahkan akber jember pun seringkali mengadakan kelas di warung ini. Beragam orang ada disini dan semuanya adalah orang-orang yang hebat yang saya kenal.
Dan pembukaan Warung Kopi Cak Wang di Jl. Mastrip pun diramaikan oleh semua kawan-kawan. Senang bisa berada di Warung Kopi Cak Wang dan senang bisa menjadi bagian dari pertemanan yang tercipta di Warung Kopi yang Kecil tapi membahagiakan ini. Semoga bisa terus membuka cabang dimana-mana dengan tetap mengusung tagline “Mempererat Tali Silaturrahmi”.
Note:
Beberapa menu yang tersedia: Kopi Toraja, Kopi Papua, Kopi Java Arabica, Kopi Lanang, Kopi Mandailing dan beberapa kopi lain dari beberapa daerah di Indonesia. Menu yang paling unik dan paling digemari adalah Es Kopi Banjir (rasakan sensasinya). Dengan harga yang cukup murah mulai 2.000 rupiah.
Kamis, 08 November 2012
Teman Se,.....LAMA-LAMAnya,....
Memasuki kota Jember di bulan september 2006 itu buat saya adalah hal yang tersulit. Dari seorang anak yang lahir dan besar di kota kecil Bondowoso dan melanjutkan kuliah di kampus berasrama, membuat saya menjadi anak yang susah bersosialisasi dengan lingkungan baru.
Saya, "sendirian" harus hidup di Kota Jember yang lingkungannya sama sekali tidak pernah saya kenal. Memasuki dunia kerja birokrasi yang saya tidak pernah tahu bagaimana sistemnya. Kontan membuat saya menjadi orang yang terkucil. Teman-teman kantor yang mayoritas sudah berumur membuat saya semakin bingung bagaimana bertingkah laku. Belum lagi dengan pem-bully-an dari beberapa teman kantor karena saya "orang baru".
Baru sedikit mendapat teman ketika saya pindah kos di daerah kampus ditahun 2007. Jadi selama rentang waktu satu tahun itu saya hanyalah orang yang beraktifitas stagnan.
Dan kemudian menjalani kehidupan rumah tangga membuat saya ketambahan teman dari teman-temannya istri. tapi tetap saja saya merasa malu dengan diri saya sendiri. Laki gak punya teman??? Oh My Good!!!
Tapi tiba-tiba saja dan seperti sebuah mantra "SimSalabim" saya mempunyai banyak sekali teman, dan bukan sekedar teman. Tapi, teman yang hebat dan luar biasa! CIYUS!!!
Semua itu berawal dari media sosial yang bernama "Twitter". Sepertinya saya memang berutang budi dengan twitter.
Rentetan peristiwanya kurang lebih seperti ini:
Suatu hari di bulan Januari tahun ini saya melihat salah satu berita di Televisi swasta tentang sebuah sekolah gratis namanya Akademi Berbagi dengan pendirinya yang bernama Ainun Chomsun. Dalam hati saya berkata "mulia sekali orang ini". Kemudian saya sharing-sharing dengan istri bahwa orang itu hebat.
Kalimat suci yang menjadi pedoman hidup kami adalah, "Akan terputus semua amal manusia ketika dia mati kecuali tiga hal, yaitu anak shaleh yang mendoakan orang tuanya, sedekah jariyah dan ilmu yang bermanfaat"
Nah, Ainun Chomsun yang kemudian saya kenal dengan sebutan Mbak Ai dengan akun twitter @pasarsapi ini sudah dapet pahala unlimited "ilmu yang bermanfaat" dari kegiatan2 Akademi Berbagi.
Saya yang ketika itu bersama istri belum punya keturunan hanya bisa mengakses pahala unlimited dari "sedekah jariyah" itupun gak seberapa. Langsung saja saya bilang ke istri, "gimana kalo kita nyoba bikin akademi berbagi di Jember?"
Alhamdulillah istri sangat mendukung sekali.
Selanjutnya tepat tanggal 1 Februari saya kirim imel ke akademiberbagi setelah terlebih dahulu saya googling contactnya di akademiberbagi.org
Dan balasan imelnya adalah saya harus menyediakan tempat, guru dan murid. masalah pertama muncul karena saya masih gak punya teman. hahahahahaha,.....
Saya mencoba mengemis2 ke adminnya akademiberbagi untuk dibantu di awal,... dan balasan imel kedua pun dibales:
pada dasarnya akber adalah ide, inisiatif, yang kemudian menjadi gerakan dan komunitas..
Yayaya,... saya memang harus babat alas sendiri. demi sebuah kegiatan yang bernilai kebaikan. suatu hari ALLAH SWT sedikit memberi jalan dengan membiarkan mata saya membaca salah satu kolom di Radar Jember (JawaPos Group), disitu dikisahkan tentang anak2 muda Jember yang sedang membikin film pendek tentang Jember di Pasar Kepatihan dan Pantai Payangan Ambulu Jember.
Berbekal nama Ayos Purwoadji dan Dwi Putri Ratnasari saya kembali googling dan akhirnya menemukan mereka di Facebook dan Twitter.
Ayos Purwoadji dengan akun twitter @aklampanyun dan Dwi Putri Ratnasari dengan akun twitter @dwiputrirats
Akhirnya, pada tanggal 7 Februari saya pun berkirim imel dengan Ayos bercerita tentang keinginan saya untuk membuat Akademi Berbagi di Jember. Dan sayapun dikenalkan dengan @mbakchin yang ternyata kepala sekolahnya Akber Surabaya dan Arman Dhani (@arman_dhani) yang kala itu masih jadi wartawan di Radar Jember.
Keesokan harinya saya pun janjian untuk bertemu dengan Arman Dhani yang ternyata satu almamater SMA dengan saya di Bondowoso. Saya pun kemudian berbincang mengenai keinginan saya untuk membuat Akademi Berbagi di Jember. Dan akhirnya saya pun diperkenalkan dengan Nuran Wibisono dan Sahad Bayu.
Dan karena masih belum menemukan titik temu,.... akhirnya kepending lah pendirian Akademi Berbagi di Jember.
Tapi sejak saat itu saya mulai rajin ber tuattuit di twitter.
Keinginan saya untuk berbagi masih belum padam dan kemudian saya sempat membaca status dari Tamasya Indie Band di FB tentang keinginan mereka untuk berbagi buku di pelosok2 sekolah di Kab. Jember. Tapi sayang sekali komentar saya lama sekali gak ditanggapi. Saya pun bercerita ke istri tentang hal ini. Saya sampaikan ke istri kalo saya pengen sekali membantu anak-anak yang serba kekurangan, yah berharap ketika kita mencintai anak-anak itu akan menjadi "lantaran" ALLAH SWT mencintai kita dan mungkin bisa jadi "lantaran" pula ALLAH SWT segera memberikan keturunan ke kita. (Kami ketika itu telah memasuki 5 tahun usia pernikahan dan masih belum diberikan keturunan).
Akhirnya saya pun diperkenalkan oleh istri dengan salah seorang temannya (customernya istri) yang katanya sering membantu2 sekolah-sekolah di pelosok2 Jember. Maka saya pun ketemuan dengan Mbak Mevi Widiati dan Mas Hanan Kukuh, berbicara tentang keinginan saya untuk membantu anak-anak di pelosok bersama-sama mereka.
Dan pada tanggal 21 April 2012 pertama kalinya saya berbagi buku dengan teman-teman We Care Community (Mbak Mevi Widiati dan Mas Hanan Kukuh) di MI Mambaul Ulum Lampeji Mumbulsari.
Bahagia rasanya melihat mereka antusias berebut buku baru untuk dibaca dan menciumi aroma kertasnya.
Maka sayapun semakin antusias dan bersemangat untuk berbagi. Pada tanggal 24 April maka saya pun membuat sebuah akun @jemberbagi untuk semakin mengkoneksikan dengan berbagai macam orang mau turut berbagi.
Kemudian saya pun berkenalan dengan Rahmad pemilik Warkop CakWang dengan akun @Kopi_Cak_Wang yang ketika itu sedang mengumpulkan buku-buku untuk diserahkan ke Rumah Baca Padasan. Inilah pertama kali saya mengunjungi WarKop Cak Wang yang selanjutnya seringkali menjadi tempat ngumpulnya teman-teman.
Pada tanggal 28 April saya kembali mengajak Arman Dhani ditambah Sahad Bayu dan Mas Bro Hakim (Tamasya Indie Band) untuk bertemu di Radio Cafe demi membahas kelanjutan Akademi Berbagi di Jember. Tapi sayang sekali Mas Bro Hakim saat itu masih belum bisa bergabung karena ada kegiatan bersih-bersih sungai Bedadung. Untungnya sekalipun bertiga kamipun bersepakat untuk segera membikin kelas Akber Jember.
Pada tanggal 3 Mei sayapun berkirim imel ke akademi berbagi dan kemudian berhubungan dengan Mbak Chika sebagai Divisi pembukaan cabang baru Akademi Berbagi. ternyata tidak sesimpel di awal karena sudah terjadi perubahan aturan. Tapi kamipun mengikuti aturan itu.
Pada tanggal 12 Mei saya bersama teman2 dari Mbak Mevi dan Mas Hanan mengunjungi Slerok, sebuah dusun terpelosok di kaki gunung raung untuk membantu memperbaiki bangunan sekolah yang sudah hampir mirip dengan Laskar Pelangi.
Di kegiatan diatas Rahmad Cak Wang sudah turut bergabung dengan teman-teman dari Mas Hanan dan Mbak Mevi karena ternyata Mas Hanan sudah kenal dengan Rahmad dan seringkali nongkrong di WarKop CakWang.
Selanjutnya saya pun mengajak ketemuan kembali Arman Dhani dan Sahad Bayu di WarKop CakWang. Mematangkan Akber Jember dan Kelas Perdana. Hasilnya: Sahad Bayu menjadi Kepala Sekolah dan Volunteernya adalah Saya sendiri, Arman Dhani, dan Rahmad CakWang. Untuk Kelas Perdana akhirnya Ayos Purwoadji berkenan untuk mengisi Kelas dengan tema "Creative Writing" pada tanggal 26 Mei 2012.
Disaat yang bersamaan Mas Arif "PetakUmpet" dengan acara Berbagi Ide Segar pun berkenan memindahkan lokasi tujuannya dari yang semula di Lumajang akhirnya pindah di Jember dengan syarat ada EO-nya. Setelah saya tawarkan kepada Rahmad yang saat itu merupakan founder dari EO Artindo dan si Rahmad pun setuju maka acaranya dilaksanakan di tanggal 26 Mei 2012. Dan sayangnya ketika itu saya sedang keluar kota menemani istri yang sedang training kecantikan di Malang.
Ah, yang tepenting kan acaranya lancar jaya. hehehehe,....
Yah, begitulah semua berawal,..... hingga detik ini saya sudah memiliki banya teman walaupun buat saya itu masih kurang. Karena seorang musuh itu terlalu banyak dan ratusan teman itu masih sedikit. Yok kita terus menambah teman, karena rejeki ada didalam ikatan silaturrahmi. Terimakasih kepada semua orang yang mau menjadi teman saya. Semoga pertemanan ini akan terjalin selamanya,.... Amin,....
Senin, 05 November 2012
Pecel Pincuk Garahan
Kalo suwar suwir itu Oleh2 Khas nya Jember Mas, saya jawab begitu.
Iya saya tahu, saya nyari makanan khas nya. Kayak nasi lodho tulungagung, gudeg jogja, rujak soto banyuwangi.
Dan sayapun menyerah. Akhirnya beliau nya pun pasrah dg ajakan saya utk menikmati makanan timur tengah nya Warung 4 Mata.
Sampai beliau pulang pun saya masih kebingungan sampek inisiatif pengen bikin makanan khas jember.
Tiba-tiba ketika akan berangkat kantor, saya melewati Salon JFC.
"Tuing" seperti ada lampu berpijar di atas kepala *kartunmodeon
Ini jawaban yang saya cari, Pecel Garahan.
Memori saya jadi terlempar jauh ke masa lalu ketika setiap libur sekolah dasar saya selalu berkunjung ke rumah nenek di banyuwangi.
Dan ketika kereta ekonomi yang saya naiki berhenti di stasiun garahan, hampir semua penumpang melongokkan kepalanya keluar bahkan ada yg berlari kepintu gerbong utk berebut keluar.
Yup, mereka semua membeli pecel garahan. Termasuk bapak saya.
Saya yang lahir dan besar di Bondowoso dan hidup dr keluarga yang gak suka makanan pedas (ketika itu) tetap selalu merengek untuk minta dibelikan pecel garahan yang pedasnya luar biasa itu.
Mbak-mbak menyunggi bakul dan menyajikan pecel dengan daun pisang yg dipincuk.
Isinya nasi, sayur kubis, kecambah, kacangpanjang disiram bumbu pecel dengan lauk tempe yg masih hangat dan kerupuk. Waktu itu tahun 90'an saya beli sepincuk pecel itu dg harga 750 rupiah.
Ketika sudah ada wisata kuliner pecel garahan saya pun pernah mencobanya, tapi rasa nya beda dg pecel pincuk yg dulu sering saya makan.
Entah yg ada di stasiun garahan. Saya pengen nyoba, apakah masih ada ato sudah pindah ke wiskul pecel garahan itu.